PUAZzzzzzA....
Berikut ini adalah petunjuk singkat mengenai puasa
yang meliputi: Segi hukumnya, golongan manusia dalam
soal puasa, hal-hal yang membatalkan puasa dan
beberapa keutamaannya.
Golongan Manusia dalam Berpuasa.
Puasa diwajibkan kepada setiap muslim, baligh, mampu
dan bukan dalam keadaan musafir (bepergian).
Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan jika ia
masuk Islam tidak diwajibkan mengqadha’ (mengganti)
puasa yang ditinggalkannya selama ia belum masuk
Islam.
Anak kecil di bawah usia baligh tidak diwajibkan
berpuasa, tetapi dianjurkan untuk dibiasakan berpuasa.
Orang gila tidak wajib berpuasa dan tidak dituntut
untuk mengganti puasa dengan memberi makan, walau pun
sudah baligh. Begitu pula orang yang kurang akalnya
dan orang pikun.
Orang yang sudah tidak mampu untuk berpuasa disebabkan
penyakit, usia lanjut, sebagai pengganti puasa ia
harus memberi makan setiap hari satu orang miskin
(membayar fidyah).
Bagi seseorang yang sakit dan penyakitnya masih ada
kemungkinan untuk dapat disembuhkan, jika ia merasa
berat untuk menjalankan puasa, maka dibolehkan baginya
tidak berpuasa, tetapi harus mengqadha'nya setelah
sembuh.
Wanita yang sedang hamil atau sedang menyusui jika
dengan puasa ia merasa khawatir terhadap kesehatan
dirinya dan anaknya, maka dibolehkan tidak berpuasa
dan kemudian mengqadha'nya di hari yang lain.
Wanita yang sedang dalam keadaan haidh atau dalam
keadaan nifas, tidak boleh berpuasa dan harus
mengqadha'nya pada hari yang lain.
Orang yang terpaksa berbuka puasa karena hendak
menyelamatkan orang yang hampir tenggelam atau
terbakar, maka ia mengqadha' puasa yang ditinggalkan
itu pada hari yang lain.
Bagi musafir boleh memilih antara berpuasa dan tidak
berpuasa. Jika memilih tidak berpuasa, maka ia harus
mengqadha'nya di hari yang lain. Hal ini berlaku bagi
musafir sementara, seperti berpergian untuk
melaksanakan umrah, atau musafir tetap, seperti sopir
truk dan bus (luar kota), maka bagi mereka boleh tidak
berpuasa selama mereka tinggal di daerah (negeri)
orang lain dan harus mengqadha'nya.
Beberapa Rukhsah yang Tidak Membatalkan Puasa:
Jika seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang
membatalkan puasa disebabkan lupa atau tidak mengerti
atau pun tidak sengaja, maka puasanya tidak batal.
Berdasarkan ayat, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah." (QS.
al-Baqarah : 286)
"Dan tiada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) adalah yang
disengaja di hatimu." (QS. al-Ahzab : 5)
Jika orang yang sedang berpuasa makan dan mimun karena
ia yakin bahwa matahari telah terbenam, maka puasanya
tidak batal; dan tidak batal pula puasa orang yang
makan dan minum karena yakin bahwa fajar belum terbit
(padahal yang sebenarnya waktu sahur telah habis,
red).
Jika orang yang sedang berpuasa berkumur, lalu masuk
sebagian air ke dalam tenggorokannya tanpa sengaja,
maka puasanya tidak batal. Dan tidak batal puasa
seseorang yang ketika tidur bermimpi (hingga keluar
mani), karena tidak ada nash yang menyatakan hal
tersebut batal.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membatalkan puasa ada delapan:
Melakukan jima' (hubungan intim suami istri) pada
siang hari Ramadhan bagi yang sedang berpuasa, maka
wajib mengqadha' puasanya dan membayar kafarah
mughallazhah (denda berat) yaitu dengan memerdekakan
seorang hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan hamba
sahaya maka wajib baginya berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Dan jika tidak mampu, maka ia
berkewajiban memberi makan enam puluh orang miskin.
Mengeluarkan air mani dengan cara onani atau
masturbasi, mencium, memeluk, merangkul dan
lain-lainnya.
Makan minum atau menghisap sesuatu, baik yang
bermanfaat atau yang berbahaya seperti rokok.
Menyuntikkan obat yang dapat mengenyangkan dan dapat
menahan rasa lapar, karena melakukan itu berarti sama
dengan minum. Sedang menyuntikkan obat yang tidak
mengenyangkan, maka hal tesebut tidak membatalkan
puasa, walaupun disuntikkan pada otot atau urat nadi,
baik terasa di kerongkongan atau tidak.
Keluar darah haidh dan nifas
Mengeluarkan darah dengan jalan hijamah (membekam)
atau yang serupa. Sedang keluar darah dengan
sendirinya atau karena mencabut gigi dan yang
semisalnya, tidak membatalkan puasa, karena hal
tersebut tidak termasuk dalam pengertian hijamah.
Muntah disengaja, tetapi jika muntah tanpa disengaja
atau dibuat-buat, maka tidak batal puasanya.
Transfusi darah sebagai pengganti darah yang keluar,
seperti seseorang yang sedang berpuasa terluka
(kecelakaan dan sejenisnya) yang mengakibatkan
keluarnya darah.
Beberapa Petunjuk Berkenaan dengan Masalah Puasa
Seorang yang dalam keadaan junub tetap harus berniat
puasa, meskipun ia mandi janabah setelah terbit fajar
(Shubuh).
Wanita yang suci dari haidh sebelum fajar tiba (bulan
Ramadhan), maka wajib berpuasa walaupun ia mandi besar
setelah terbit fajar.
Seseorang yang sedang berpuasa dibolehkan mencabut
gigi, mengobati luka atau menggunakan obat tetes
mata/telinga.
Diperbolehkan bagi yang sedang berpuasa untuk
bersiwak, baik diwaktu pagi maupun siang hari, bahkan
itu termasuk sunnah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam.
Untuk mengurangi rasa panas dan dahaga dibolehkan
menggunakan AC atau air dingin untuk membasahi kepala.
Bagi penderita sesak nafas meskipun sedang berpuasa
diperbolehkan menyemprot mulut dengan sesuatu (berupa
udara/gas) yang dapat melonggarkan pernafasan.
Orang yang sedang berpuasa diperbolehkan membasahi
bibir dengan air bila terasa kering dan juga
diperbolehkan berkumur-kumur namun dengan syarat tidak
tertelan.
Disunnahkan mengakhirkan sahur, hingga menjelang Fajar
dan segera berbuka setelah matahari terbenam
(Maghrib).Diutamakan berbuka dengan kurma rutab (kurma
yang masak), jika tidak ada rutab dengan kurma yang
lain, dan jika tidak ada korma bisa berbuka denga apa
saja yang halal atau berbuka dengan minum air apabila
tidak menjumpai makanan.
Orang yang sedang berpuasa sangat dianjurkan untuk
memperbanyak amalan sunnah, seperti shalat sunnah,
membaca al- Qur'an, berdzikir dan bershadaqah.
Bagi yang sedang berpuasa tetap diharuskan menjaga dan
mengamalkan kewajiban-kewajiban yang lain serta
menjauhi perbuatan-perbuatan haram.Hendaknya ia
menjaga shalat dengan menjalankannya tepat pada
waktunya dan berjama’ah di masjid bagi kaum pria.
Hendaknya selalu menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menghapus
pahala puasa seperti: Berdusta, berbuat curang,
menipu, riba/rentenir, berbicara yang haram dan
sebagainya.
yang meliputi: Segi hukumnya, golongan manusia dalam
soal puasa, hal-hal yang membatalkan puasa dan
beberapa keutamaannya.
Golongan Manusia dalam Berpuasa.
Puasa diwajibkan kepada setiap muslim, baligh, mampu
dan bukan dalam keadaan musafir (bepergian).
Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan jika ia
masuk Islam tidak diwajibkan mengqadha’ (mengganti)
puasa yang ditinggalkannya selama ia belum masuk
Islam.
Anak kecil di bawah usia baligh tidak diwajibkan
berpuasa, tetapi dianjurkan untuk dibiasakan berpuasa.
Orang gila tidak wajib berpuasa dan tidak dituntut
untuk mengganti puasa dengan memberi makan, walau pun
sudah baligh. Begitu pula orang yang kurang akalnya
dan orang pikun.
Orang yang sudah tidak mampu untuk berpuasa disebabkan
penyakit, usia lanjut, sebagai pengganti puasa ia
harus memberi makan setiap hari satu orang miskin
(membayar fidyah).
Bagi seseorang yang sakit dan penyakitnya masih ada
kemungkinan untuk dapat disembuhkan, jika ia merasa
berat untuk menjalankan puasa, maka dibolehkan baginya
tidak berpuasa, tetapi harus mengqadha'nya setelah
sembuh.
Wanita yang sedang hamil atau sedang menyusui jika
dengan puasa ia merasa khawatir terhadap kesehatan
dirinya dan anaknya, maka dibolehkan tidak berpuasa
dan kemudian mengqadha'nya di hari yang lain.
Wanita yang sedang dalam keadaan haidh atau dalam
keadaan nifas, tidak boleh berpuasa dan harus
mengqadha'nya pada hari yang lain.
Orang yang terpaksa berbuka puasa karena hendak
menyelamatkan orang yang hampir tenggelam atau
terbakar, maka ia mengqadha' puasa yang ditinggalkan
itu pada hari yang lain.
Bagi musafir boleh memilih antara berpuasa dan tidak
berpuasa. Jika memilih tidak berpuasa, maka ia harus
mengqadha'nya di hari yang lain. Hal ini berlaku bagi
musafir sementara, seperti berpergian untuk
melaksanakan umrah, atau musafir tetap, seperti sopir
truk dan bus (luar kota), maka bagi mereka boleh tidak
berpuasa selama mereka tinggal di daerah (negeri)
orang lain dan harus mengqadha'nya.
Beberapa Rukhsah yang Tidak Membatalkan Puasa:
Jika seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang
membatalkan puasa disebabkan lupa atau tidak mengerti
atau pun tidak sengaja, maka puasanya tidak batal.
Berdasarkan ayat, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah." (QS.
al-Baqarah : 286)
"Dan tiada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) adalah yang
disengaja di hatimu." (QS. al-Ahzab : 5)
Jika orang yang sedang berpuasa makan dan mimun karena
ia yakin bahwa matahari telah terbenam, maka puasanya
tidak batal; dan tidak batal pula puasa orang yang
makan dan minum karena yakin bahwa fajar belum terbit
(padahal yang sebenarnya waktu sahur telah habis,
red).
Jika orang yang sedang berpuasa berkumur, lalu masuk
sebagian air ke dalam tenggorokannya tanpa sengaja,
maka puasanya tidak batal. Dan tidak batal puasa
seseorang yang ketika tidur bermimpi (hingga keluar
mani), karena tidak ada nash yang menyatakan hal
tersebut batal.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membatalkan puasa ada delapan:
Melakukan jima' (hubungan intim suami istri) pada
siang hari Ramadhan bagi yang sedang berpuasa, maka
wajib mengqadha' puasanya dan membayar kafarah
mughallazhah (denda berat) yaitu dengan memerdekakan
seorang hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan hamba
sahaya maka wajib baginya berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Dan jika tidak mampu, maka ia
berkewajiban memberi makan enam puluh orang miskin.
Mengeluarkan air mani dengan cara onani atau
masturbasi, mencium, memeluk, merangkul dan
lain-lainnya.
Makan minum atau menghisap sesuatu, baik yang
bermanfaat atau yang berbahaya seperti rokok.
Menyuntikkan obat yang dapat mengenyangkan dan dapat
menahan rasa lapar, karena melakukan itu berarti sama
dengan minum. Sedang menyuntikkan obat yang tidak
mengenyangkan, maka hal tesebut tidak membatalkan
puasa, walaupun disuntikkan pada otot atau urat nadi,
baik terasa di kerongkongan atau tidak.
Keluar darah haidh dan nifas
Mengeluarkan darah dengan jalan hijamah (membekam)
atau yang serupa. Sedang keluar darah dengan
sendirinya atau karena mencabut gigi dan yang
semisalnya, tidak membatalkan puasa, karena hal
tersebut tidak termasuk dalam pengertian hijamah.
Muntah disengaja, tetapi jika muntah tanpa disengaja
atau dibuat-buat, maka tidak batal puasanya.
Transfusi darah sebagai pengganti darah yang keluar,
seperti seseorang yang sedang berpuasa terluka
(kecelakaan dan sejenisnya) yang mengakibatkan
keluarnya darah.
Beberapa Petunjuk Berkenaan dengan Masalah Puasa
Seorang yang dalam keadaan junub tetap harus berniat
puasa, meskipun ia mandi janabah setelah terbit fajar
(Shubuh).
Wanita yang suci dari haidh sebelum fajar tiba (bulan
Ramadhan), maka wajib berpuasa walaupun ia mandi besar
setelah terbit fajar.
Seseorang yang sedang berpuasa dibolehkan mencabut
gigi, mengobati luka atau menggunakan obat tetes
mata/telinga.
Diperbolehkan bagi yang sedang berpuasa untuk
bersiwak, baik diwaktu pagi maupun siang hari, bahkan
itu termasuk sunnah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam.
Untuk mengurangi rasa panas dan dahaga dibolehkan
menggunakan AC atau air dingin untuk membasahi kepala.
Bagi penderita sesak nafas meskipun sedang berpuasa
diperbolehkan menyemprot mulut dengan sesuatu (berupa
udara/gas) yang dapat melonggarkan pernafasan.
Orang yang sedang berpuasa diperbolehkan membasahi
bibir dengan air bila terasa kering dan juga
diperbolehkan berkumur-kumur namun dengan syarat tidak
tertelan.
Disunnahkan mengakhirkan sahur, hingga menjelang Fajar
dan segera berbuka setelah matahari terbenam
(Maghrib).Diutamakan berbuka dengan kurma rutab (kurma
yang masak), jika tidak ada rutab dengan kurma yang
lain, dan jika tidak ada korma bisa berbuka denga apa
saja yang halal atau berbuka dengan minum air apabila
tidak menjumpai makanan.
Orang yang sedang berpuasa sangat dianjurkan untuk
memperbanyak amalan sunnah, seperti shalat sunnah,
membaca al- Qur'an, berdzikir dan bershadaqah.
Bagi yang sedang berpuasa tetap diharuskan menjaga dan
mengamalkan kewajiban-kewajiban yang lain serta
menjauhi perbuatan-perbuatan haram.Hendaknya ia
menjaga shalat dengan menjalankannya tepat pada
waktunya dan berjama’ah di masjid bagi kaum pria.
Hendaknya selalu menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menghapus
pahala puasa seperti: Berdusta, berbuat curang,
menipu, riba/rentenir, berbicara yang haram dan
sebagainya.
0 Comments:
Catat Ulasan
<< Home